Jumat, 23 Januari 2015

Makalah Seni Tindik Dalam Pendekatan Antropologi Seni




I  Pendahuluan
Tindik telah dikenal telah ada pada jaman nabi Ibrahim, hingga upacara adat suku di Indonesia.  Tindik tubuh sekarang tidak lagi dilakukan oleh para wanita saja namun juga pria. Wanita mengenakan tindik sebagai identitas dirinya sebagai perempuan. Sedangkan para pria bertindik karena ingin lebih keren dan gaul. Bahkan sekarang tindik tidak hanya dilakukan ditelinga saja tetapi sudah merambah kewilayah tubuh lain seperti bibir, lidah, hidung, alis, dagu, pusar, hingga kebagian tubuh yang sensitive.
Dikota-kota besar tindik telah menjadi suatu tren atau terlebih lagi pada kalangan remaja zaman sekarang,  kaum remaja berpendapat selain dianggap bisa mendongkrak penampilan, tindik telah  menjadi sarana ekspresi diri yang merupakan sebuah simbol kebebasan dari segala formalitas yang ada. Trend dan teknologi tindik semakin berkembang seiring perubahan jaman. 
Tindik tubuh merupakan fenomena seni yang yang menjadikan tubuh sebagai media kesenian. Pada pendekatan antropologi seni fenomena tindik ini dapat dianalisis dengan pendekatan kontekstual. Pada pendekatan ini akan dianalisis keterlibatan fenomena social budaya disekitarnya dengan fenomena kesenian tindik. fenomena ini cukup menarik untuk dikajii dengan pendekatan kontekstual dalam konteks kesenian dan teknologi.
Pendekatan kontekstual adalah menempatkan sebuah teks pada konteks. Melalui perspektif ini kita dapat mengetahui bahwa proses-proes kreatif adalah simbolisasi ide dan perasasaan kedalam berbagai bentuk kesenian tidak terlepas dari konteks dan budaya tempat seniman atau individe berada dan dibearkan. Hubungan antar teks dan konteks biasanya adalah hubungan sebab akibat, hubungan fungsional, atau hubungan saling ketergantungan dan mempengaruhi.




Ada tiga unsur yang terdapat dalam seni secara umum: unsur karya, unsur seniman dan unsur publik seni. Ketiganya saling berkait dalam satu kesatuan di dalam  konteks tertentu (M. A. Rahim:2009). Benda seni (karya) merupakan bagian kajian utama dari estetika: bagaimana soal  kebentukan, dan persoalan indah-tak indahnya karya tersebut. Unsur yang kedua adalah  publik seni,yaitu sekumpulan orang yang, baik secara khusus ataupun tidak, ‘mengkonsumsi’ karya seni. Publik seni, adalah unsur yang kemudian menerima, mengapresiasi bahkan memesan suatu karya yang diciptakan oleh seniman. Dengan demikian ia sedikit-banyak memberi pengaruh bagi seniman dalam mencipta karya, sehingga menjadi relevan pula dalam kajian antropologi seni. Unsur yang ketiga adalah seniman. Seniman adalah orang yang menciptakan karya seni yang baik diterima ataupun tidak oleh masyarakatnya, Karya ciptaannya tersebut merupakan bagian dari produk sosial juga, yang sedikit-banyak dipengaruhi lingkungan serta masyarakatnya. Unsur seniman merupakan kajian utama dalam antropologi seni, yang terkait dengan karya seni yang diciptakannya. Ketiga unsur seni yang tersebut di atas merupakan unsur-unsur terpenting yang menjadi perhatian antropolog dalam penelitiannya.



II Analisis
            Tindik sudah sering terdengar ditelinga kita. Tindik sering juga disebut dengan istilah piercing. Piercing merupakan suatu hal yang telah akrab dikalangan remaja di Indonesia. Piercing bukan merupakan hal yang asing dan aneh lagi terutama bagi mereka yang berdomisili di kota-kota besar di Indonesia yang sudah mengalami banyak proses modernisasi dari dunia barat. Pengertian dari piercing itu sendiri secara umum adalah penyematan benda (logam, tulang, gigi, dan sebagainya) pada bagian tubuh seseorang. Piercing tersebut dapat bersifat permanen dan semi permanen.
Keberadaan tindik di Indonesia telah ada pada kebudayaan suku asli Indonesia. Kebudayaan ini sebenarnya sudah dikenal sejak 10 abad silam hampir diseluruh belahan dunia.  Upacara Tindik Telinga, yaitu upacara memasangkan anting ke daun telinga anak  perempuan Dayak Kalimantan Timur. Di Indonesia tradisi tindik juga biasa dilakukan warga suku Asmat di kabupaten Merauke dan suku Dani di kabupaten Jayawijaya, Papua. Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat babi sebagai tanda telah menusuki tahapan kedewasaan. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Tak sembarangan orang bias menindik diri sebab hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping. Sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar cuping daun telinga. Menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan tinggi status sosialnya dimasyarakat. Model primitive inilah yang akhirnya banyak ditiru komunitas piercing di dunia 
Dibelahan bumi lain misalnya di suku Austronesia. Kebudayaan suku Austronesia yang adalah body piercing (tindik tubuh). Catatan sejarah menunjukansuku Austronesia juga mnyebar ke Indonesia, suku-suku primitive melakukan tindik sebagai bagian ritual adat dan penunjuk identitas derajat social. Suku Indan menindik tubuhnya dengan cara mengantungkan dada dengan kait besi dibagian dada. Ritual yang disebut dengan okipa  ini diperuntukan bagi lelaki yang akan diangkat menjadi tentara atau panglima perang. Sementara sebuah suku di Indian melakukan ritual menusuki tubuh dengan jarum yang panjangnya bias mencapai sekitar satu meter untuk menghormati dewa. Ritual kavandi ini biasanya digelar setiap Februari.

Banyak pria di zaman kerajaan Romawi kuno menindik putingnya untuk menunjukan kejantanan atau mengaitkan jubah mereka sementara pada masyarakat suku primitif menindik wajah atau tubuh digunakan untuk menandakan status mereka dalam suku, sebagai bagian dari ritual atau dijadikan jimat untuk mengusir roh jahat. Tidak hanya menindik secara normal tapi menindik tubuh secara ekstrim (extreme body piercing) sudah ada sejak dahula kala dan biasanya digunakan untuk ritual pengorbanan bagi para dewa atau leluhur mereka.
Berbagai suku di Afrika dan badui di Timur Tengah terbiasa menindik hidung mereka. Kebiasaan menindik hidung ini dibawa orang-orang Timur tengah ke India pada abad ke 16. Selain untuk mempercantik diri, para wanita India menindik titik tertentu pada bagian kiri hidungnya karena diyakini bisa  mempermudah proses melahirkan. Zaman dulu wanita yang ditindik hidungnya menandakan bahwa dia sudah menikah, tapi saat ini di India banyak gadis lajang dan anak-anak yang ditindik hidungnya. Ada 3 bagian hidung yang biasa ditindik yaitu bagian Nostril (cuping hidung), septum (bawah atara lubang hidung) dan bridge (batang hidung). Dibawah ini foto 3 bagian hidung yang biasa ditindik
Dalam dunia Islam khusus untuk bayi perempuan, pada saat mencukur rambut dan pemberian nama, biasanya disertai dengan tradisi melubangi daun telinga untuk diberikan tindik atau anting. Memang dari Rasulullah SAW tidak pernah ditemukan pernyataan tentang hal ini, akan tetapi masalah hukumnya diperbolehkan, selama dimaksudkan untuk tempat perhiasan (jaiz). Tradisi menindik telinga anak perempuan ini sudah menjadi tradisi bangsa Arab sejak zaman sebelum Islam. Tradisi tindik bangsa Arab ini sebenarnya diwarisi dari tradisi yang pertama kali dilakukan oleh nabi Ibrahim. Karena berbagai sebab Ibrahim bersama istrinya pergi ke Mesir. Ternyata di Mesir Fir’aun II menginginkan Sarah menjadi istrinya. Ibrahim Bingung kemudian mencacati istrinya dengan melubangi salah satu telinganya. Menurut adat masyarakat Mesir dan negri-negri Arab pada waktu itu, orang yang dilubangi telinganya( sebagian ditindik/ memakai tindik) adalah cirri seorang budak, yang tidak pantas untuk diperistri oleh seorang raja. Sehingga Fir’aun membatalkan niatnya. Setelah tidak jadi diperistri oleh Fir’aun, Sarah marah-marah karena telinganya dilubangi. Maka Ibrahim menutup lubang itu dengan emas, sekalian telinga yang satu juga dilubangi untuk dipasangi emas yang seimbang, sehingga Sarah Nampak sangat cantik. Itulah asal-usul tindik atau anting bagi wanita.


Q.S Nisa’:119. “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan membangkirkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka, lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelinddung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Ma’su RA, di berkata : “Allah mengutuk orang-orang yang mentatu tubuh, orang-orang yang minta ditatu, orang-orang yang mencabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi, untuk mendapatkan wajah (agar kelihatan lebih menarik ), yang demikian itu mengubah ciptaan Allah.
Pada hadist dan ayat tersebut tidak menyebutkan bahwa tindik merupakan suatu perbuatan yang mengubah bentuk tubuh. Tindik dilakukan untuk menambah perhiasan. Namun suatu hal baik yang berlebihan akan menjadi tidak baik.
Tindik tubuh sekarang tidak lagi dilakukan oleh para wanita saja namun juga pria. Wanita mengenakan tindik sebagai identitas dirinya sebagai perempuan. Sedangkan para pria bertindik karena ingin lebih keren dan gaul. Bahkan sekarang tindik tidak hanya dilakukan ditelinga saja tetapi sudah merambah kewilayah tubuh lain seperti bibir, lidah, hidung, alis, dagu, pusar, hingga kebagian tubuh yang sensitive.
Tindik merupakan hak setiap orang untuk berekspresi. Tindik merupakan fenomena dikalangan remaja yang merupakan ekspresi dari diri mereka. Dan setiap jiwa memiliki hak untuk berekspresi sebagimana hak tersebut merupakan konsep yang terkandung menurut islam. HAM yang terkandung dalam konsep menurut Islam adalah hak hidup, hak perlindungan hak milik, hak perlindungan kehormatan, hak perlindungan keamanan dan kesucian pribadi, hak perlindungan kebebasan eskpresi dan hak perlindungan kebebasan beragama. Suatu kelompok masyarakat menyatakan bahwa tindik merupakan hak asasi manusia. Namun kelompok masyarakat lain menganggap bahwa seni tindik bertentangan dengan islam.


Beberapa mungkin menganggap bahwa orang-orang yang memiliki bertindik memiliki harga diri yang rendah, dan mungkin itulah mengapa mereka bertindik. Beberapa orang mungkin berpikir bahwa mereka adalah unik. Beberapa orang bahkan mungkin menganggapnya aneh, menjijikkan, dan . benar-benar tidak dapat diterima secara sosial Namun mereka hanya ingin berekspresi melalui tubuh mereka. Dan tindakan mereka merupakan karya seni.
           
Praktek menindik tubuh ini mulai disukai dan berkembang luas setelah perang dunia kedua. Praktek body piercing di Eropa dan Amerika terjadi setelah para turis pulang dari perjalanan kebenua lain dan menyebarkan budaya masyarakat itu dinegaranya, misalnya menindik hidung jadi populer setelah perjalanan dari India. Saat ini orang melakukan body piercing dengan berbagai alasan yaitu, untuk: mengespresikan diri lewat seni, seksualitas, memperlihatkan keberanian, menyesuaikan diri dengan budaya, pemberontakan terhadap lingkunganya atau terobsesi terhadap rasa sakit yang ditimbulkan akibat ditindik. Yang popular dikalangan selebriti dan anak muda adalah tindik, kuping (normal atau dengan banyak anting), hidung, lidah dan pusar.

Semua karya manusia pasti akan mengalami perubahan dari waktu kewaktu. karena tidak akan mungkin karya manusia terjadi begitu saja dan sampai disitu saja. demikian pula halnya dengan karya seni yang dibuat oleh manusia. Tentunya karya seni akan berawal dari bentuk karya yang paling sederhana dengan bahan yang sederhana pula. dan karya seni tersebut akan mengalami perkembangan menjadi lebih baik sesuai dengan jamannya.

Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan. Pada perkembangan teknologi ada alat  pembuat jarum untuk melubangi bagian tubuh. Seni tindik pun berkembang dengan adanya alat pembuat tindik yang semakin berkembang. Tidak sampai disitu. Kini alat tindik lebih praktis menggunakan tembak. Perkembangan tindik dengan alat tembak  agar rasa sakit ketika proses melubangi bagian tubuh tidak sesakit ketika melubangi dengan cara manual dengan jarum yang ditusukkan.



Para pelaku piercing terkadang tidak puas dengan satu tindikan. Elaine Davidson seorang wanita yang lahir dari keturunan Brazil mempunyai 2500 tindikan internal dan 500 disekitar alat kelamin. Sehingga total berat tindik yang ia bawa sekitar 3 kg.Hal ini agak berlebihan untuk sebagian masyarakat. Namun beberapa orang yang menyukai tindik hal itu sangat keren. Pelaku tindik tersebut mengekspresikan diri dengan menggunakan tubuh sebagai media seni. Apalgi kemajuan teknologi dengan adanya alat tindik dengan sekali tembakan akan  menciptakan lubang tindik tanpa merasa sakit.
Sebagian para wanita pelaku piercing melakukannya karena ingin dianggap cantik.  dalam paradigma tradisional, kita melihat kecantikan dari segi budaya maka definisi kecantikan akan berbeda beda setiap daerahnya dan setiap definisi memiliki sejarahnya tersendiri. Di indonesia misalnya Suku Dayak, Dilihat dari penampilan fisiknya. Jika Anda ke pedalaman Kalimantan dan bertemu dengan wanita yang memiliki telinga dengan ukuran memanjang (ke bawah) dapat dipastikan dia adalah salah satu dari keturunan bangsawan dan dikenal cantik di sana. Tujuan pembuatan telinga panjang juga untuk melatih kesabaran dan juga kecantikan perempuan Dayak. Semakin panjang telinga perempuan Dayak dia dianggap semakin cantik.
 Di China juga memiliki kebudayaan akan kecantikan yaitu dengan membengkung kaik, hal ini bermula di zaman feudalisme yang mementingkan status,membengkung kaki adalah satu-satunya lesen untuk wanita golongan bawahan melompat status dan tanda kecantikan seorang perempuan. Kaki berbengkung dilihat sebagai simbol kecantikan, kemurniandan sopan santun. Ia juga menjanjikan jodoh yang baik buat si gadis.

 Di thailand kita mengenal budaya leher jenjang yaitu leher dikaitkan dengan ring sejak usia belia. S emakin panjang leher maka perempuan dikenal cantik.  Paradigma yang terjadi pada kalangan anak muda pada jaman sekarang juga mengalami anggapan-anggapan bahwa mengenakan tindik menjadikan seseorang terlihat mempunyai daya tarik tersendiri pada pelaku tindik. kecantikan begitu mematikan membuat para wanita, dari masa ke masa, cenderung narsistis, memuja kecantikan tubuh semata. Namun di sisi lain, kecantikan sendiri telah direduksi oleh kepentingan kapitalisme. Versi dan defenisi kecantikan yang begitu beragam sesuai kultur yang ada di dunia, kemudian diperas dalam sebuah definisi yang seragam, versi media massa terkemuka atau lembaga yang merasa punya wewenang untuk menentukan wanita tercantik sedunia, seperti Miss World, misalnya.
Jika body piercing dilakukan secara wajar akan menimbulkan aura kecantikan atau kejantanan bagi pelakunya. Tapi jika dilakukan terlalu berlebihan, selain merusak tubuhnya tapi juga menimbulkan rasa ngeri bagi yang melihatnya. Beberapa waktu lalu ada pameran body piercing di Amerika, diantaranya yang sangat ekstrim. Untuk melihat fotonyapun dibutuhkan keberanian karena terlalu sadis.

Bagi remaja yang gemar bertindik, sebilangan daripada mereka melabel ia sebagai seni. Seni yang tidak difahami orang lain dan ia hanya dilakukan untuk kepuasan sendiri. Tetapi adakah dengan menyakiti badan boleh memberi kepuasan kepada diri? Pelbagai persoalan, perbincangan dan kajian dilakukan terhadap isu ini, tetapi yang pasti ia makin dipraktikkan hingga ke hari ini. Logiknya, menindik terlalu banyak seolah-olah menyeksa jasad sendiri, namun ia hanyalah pandangan peribadi yang mungkin tidak dipersetujui orang lain.
Seperti disebutkan pada awalnya, lain orang lain cara untuk bergaya. Jika pandangan seseorang melihat tindik itu sebagai gaya ‘urban’ dan mempunyai tarikan tersendiri, maka ia dilihat benar bagi kelompok terbabit. Jangan cuma pentingkan soal gaya dan ketepikan soal risiko yang ada.
Difahamkan berbagai risiko penyakit berbahaya boleh dijangkiti sekiranya tindik dilakukan secara salah. Akibat penggunaan alat tindik tidak disteril atau dipakai berkali-kali berupaya mendorong penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B atau C.

Beberapa kesan buruk lain yang boleh terjadi seperti jangkitan kuman, alahan dan kerosakan saraf. Kemungkinan terjadinya jangkitan bakteria di tempat tindik adalah tinggi kerana kita tidak tahu sama ada jarum digunakan disteril ataupun sudah digunakan berkali-kali. Akibat daripada keinginan untuk tampil moden ini, kita meletakkan diri dalam risiko pelbagai penyakit.
Hal biasa berlaku adalah jangkitan bakteria ‘staphylococcus aureus’ yang menyebabkan kawasan tubuh ditindik menjadi bengkak, kemerahan dan bernanah selepas beberapa hari. Hal ini terjadi kerana alat tindik tidak bersih, malah jangan terkejut kerana ada antara remaja melakukannya sendiri tanpa perkhidmatan profesional.
Alat yang berkembang pada dunia tindik membantu para pelaku tindik untuk lebih ekspresif mengekspresikan dirinya menjadikan tubuh sebagai media utama seni. Perkembangan teknologi itu sendiri juga telah membantu dalam dunia medis. Teknologi tindik membantu orang-orang yang menggunakan kursi roda untuk mengendalikan kursi rodanya.
Dikutip dari inilah.com, teknologi baru tindik lidah dapat membantu orang-orang lumpuh mengendalikan kursi roda yang mereka gunakan.( Senin, 2 Desember 2013). Anting yang disematkan pada lidah ini bukanlah anting biasa. Namun anting magnetik yang bertindak sebagai ‘joystick’ yang terhubung langsung dengan chip pengendali kursi roda. Para penderita kelumpuhan yang menggunakan alat ini, cukup menggerakkan lidah mereka untuk mengendalikan kursi roda yang mereka pakai.
Tindik telah mengalami beberapa fungsi seperti,

-       tindik sebagai identitas diri sebagai perempuan
-        tindik sebagai perhiasan
-        tindik sebagai kesenian untuk berekspresi
-        tindik sebagai penanda status sosial didalam masyarakat






 Kini tindik sekali lagi menunjukan eksistensi dengan fungsi baru yaitu sebagai remot control untuk mengendalikan kursi roda. Tentu saja perubahan fungsi ini sangat bermanfaat dan berguna bagi orang-orang yang membutuhkannya. Selain untuk menghias diri dan berekspresi tindik juga dapat menegendalikan kursi roda tanpa harus bersusah payah menggunakan tangan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi perkembangan seni dan kesenian.

Begitu juga dengan keadaan masyarakat yang membudaya pada suatu tempat. Budaya masyarakat akan mempengaruhi kesienian yang terjadi dan diciptakan oleh pelaku yang tinggal dalam masyarakat tersebut. Para pelaku tindik menindik tubuhnya karena ingin dianggap menarik. Keinginan tersebut muncul karena pengetahuannya tentang tindik yang ada didalam budaya masyarakat sekitarnya. Melihat tindik merupakan sesuatu yang menariik sehingga ia mengira bahwa menindik tubuhnya merupakan ekspresi dari dirinya untuk menghias diri dan menarik perhatian.


Penutup
            Tindik telah dikenal telah ada pada jaman nabi Ibrahim, hingga upacara adat suku di Indonesia.  Tindik tubuh merupakan fenomena seni yang yang menjadikan tubuh sebagai media kesenian. Praktek menindik tubuh ini mulai disukai dan berkembang luas setelah perang dunia kedua. Praktek body piercing di Eropa dan Amerika terjadi setelah para turis pulang dari perjalanan kebenua lain dan menyebarkan budaya masyarakat itu dinegaranya. teknologi tindik juga semakin berkembang.dahulu suku Asmat melakukan tindik dengan menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan. Kemudian dengan perkembangan teknologi, jarum digunakan oleh pelaku tindik sebagai alat pembuat lubang pada bagian tubuh. Kini alat tindik lebih praktis menggunakan tembak. Perkembangan tindik dengan alat tembak  agar rasa sakit ketika proses melubangi bagian tubuh tidak sesakit ketika melubangi dengan cara manual dengan jarum yang ditusukkan. seni tindik pun berkembang seiring ilmu pengetahuan dan teknologi. semakin canggih kini perkembangan teknologi tindik itu sendiri juga telah membantu dalam dunia medis. Teknologi tindik membantu orang-orang yang menggunakan kursi roda untuk mengendalikan kursi rodanya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi perkembangan seni dan kesenian.
            


Daftar Pustaka

Adib, Ahmad., Saddhono, Kundaru. PhD, 2013, “Paradigma Budaya Islam Jawa Dalam Grebeg Maulud Kraton Surakarta”. Alqalam Jurnal Kajian Keislaman. Volume 30, No.2.
Rahim, M. A. PhD. Agustus 2009. “Seni Dalam Antropologi Seni”. Imaji. Volume 5. No. 2
Solikhin, Muhammad. 2010. Ritual & Tradisi Adat Islam Jawa. Narasi: Yogyakarta.
Sardiman. 2007. Sejarah 1 SMA kelas X. Yudhistira: Jakarta.
Widianto, Sigit., et al. 2007. Wahana Ilmu Pengetahuan Sosial. Yudhistira: Jakarta.
https://roythaniago.wordpress.com/2010/07/27/paradigma-antropologi-budaya/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar